Resensi

1.
Persahabatan Abadi Tiga Santri

Oleh : Muhammad Rasyid Ridho

“Prestasi adalah milik orang yang mau dan mampu bekerja keras. Bekerja cerdas.” (Hal. 124). Kutipan di atas saya ambil dari novel Tiga Matahari karya Prito Windiarto. Novel yang mengajarkan kebaikan, tentang semangat hidup yang terus menyala, tanpa putus asa karena kelemahan dan kekurangan yang pasti ada bagi setiap cucu adam yang lahir ke dunia.

Bercerita tentang Fajar, Fajrin dan Amar. Tiga cucu adam yang lahir di tempat berbeda, namun memiliki alur kisah yang dekat satu sama lainnya akhirnya dipertemukan di sebuah pondok pesantren modern di Jawa Barat. Mereka tumbuh bersama di sana. Fajar, adalah anak miskin, bermata satu, dan tangannya buntung. Bapaknya yang dulunya seorang santri, ingin anaknya Fajar juga menjadi santri dan bisa menggapai cita-cita bapaknya untuk membuat pesantren kelak. Fajrin, anak orang kaya yang menjadi pecandu narkoba setelah masuk pesantren rehabilitasi kemudian ibunya meminta ia untuk melanjutkan sekolah di pesantren, demi membahagiakan ibunya ia pun menyanggupi.

Sedangkan Amar anak yang mendapatkan amanah dari almarhum bapaknya untuk menjadi santri, sejak kejadian yang nyaris membuatnya mati kalau saja tidak ditolong oleh seorang santri yang kemudian membawanya ke rumah sakit.

Karena kondisi itulah mereka bertiga akhirnya menjadi santri di Pondok Pesantren Matlaul Huda. Fajar dan Amar telah lebih dulu akrab, karena Fajar walopun serba kekurangan dia tetap supel dan senang membantu temannya yang membutuhkan. Ketika sama-sama baru datang di Matlaul Huda, Fajar tak segan untuk mengajari Amar apa yang dia ketahui untuk bekal tes masuk esok harinya. Karena, seharian belajar bersama Fajar akhirnya dia pun lulus tes untuk masuk Matlaul Huda. Itulah awal persahabatan mereka berdua, sekaligus menjadikan Fajar sebagai guru pertama bagi Amar di Matlaul Huda.

Fajrin adalah murid baru di Matlaul Huda, ia cukup misterius bagi teman-teman sekelasnya. Namun, Fajar tak urung untuk berusaha mendekatinya. Akhirnya Fajar bisa mendekatinya dan Fajrin pun bisa lebih terbuka dari sebelumnya. Fajrin memiliki masalah orang tuanya sering bertengkar dan berakhir dengan perceraian keduanya. Hal itu tentu menyebabkan Fajrin kecewa dan sedih. Namun, untung saja ada Fajar dan Amar yang setia bersamanya bahkan mereka sepakat kabur bersama untuk mengunjungi ibu Fajrin. Dan mendapat hukuman bersama, dan itulah yang semakin mempererat persahabatan mereka.

Selain amanat persahabatan dan semangat kehidupan. novel ini juga memberi banyak amanat lain. Tentang pelajaran moral untuk tidak meremehkan orang lain karena orang lain pasti memiliki kelebihan yang bisa jadi tidak kita miliki. Setting cerpen yang berlatar Pesantren dan Sunda pun sangat mengena. Pantas saja sastrawan kaliber D. Zawawi Imron mengatakan, “Novel cerdas yang menginspirasi siapa pun yang berjuang gigih dalam hidupnya.”


__________________________________
Judul : Tiga Matahari
Penulis : Prito Windiarto
Penerbit : Sabil, Diva Press
Tahun Terbit : Desember, 2011
Jumlah Halaman : 212 halaman
ISBN : 978-602-978-991-1
Peresensi : Muhammad Rasyid Ridho, Aktivis Forum Lingkar Pena Malang Raya dan Ketua Journalistic Club Ikom UMM, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
Diambil dari : http://www.rimanews.com


2.
Teka-Teki Takdir Manusia
Sebuah resensi oleh Tini Mulyani*

Judul : Tiga Matahari
Penulis : Prito Windiarto
Penerbit : Sabil
Cetakan I : Desember 2011
Tebal : 212 halaman


Prito Windiarto yang merupakan mahasiswa Diksatrasia-Unigal sekaligus santri ini menghadirkan novel perdananya bertajuk Tiga Matahari. Lelaki berdarah sunda asal kabupaten Cilacap mulai menulis sejak SMP. Kumpulan cerpen Pohon Keberuntungan adalah salah satu karyanya yang juga telah diterbitkan. Ia juga bergiat di Komunitas Pena Santri (KPS).

Novel Tiga Matahari : Kisah Para Penguak Rahasia Langit ini bercerita tentang Fajar Arena yang berjuang menerima takdir hidup pedih yang menimpanya. Fajar terlahir tanpa satu mata, bahkan diusianya yang kesembilan ia harus mererima takdir hidup lain, ia kehilangan tangan kirinya akibat kecelakaan. Ia diolok teman-temannya. Belum lagi tekanan yang diberikan sang ayah, Darkim. Beruntung ia memiliki Kanisah, ibunda nan perhatian.

Waktu melibas cepat, Fajar lulus dari SMP 1 Cigugur dengan nilai tertingi se-kabupaten Ciamis. Ia optimis melanjutkan studi ke SMA favorit. Namun apa lacur, keinginannya itu ditentang Darkim. Sang ayah ingin Fajar melanjutkan pendidikan ke Pesantren. Kecamuk konflik terjadi antara anak-ayah itu. Permasalahan itu kemudian ditengahi Abah (kakek Fajar). Fajar diberi penjelasan bahwa pesantren tak kalah hebat dari sekolah umum. Ia juga diberitahu perihal masa lalu sang ayah, sebuah kisah rahasia yang membuatnya luluh dan akhirnya mantap masuk pesantren.

Kini, Matlaul Huda resmi menjadi sekolah baru Fajar. Suasana pesantren asing baginya. Bagaimana juga awal perkenalan dengan Amar si Senja Merona dan Fajrin si Malam Pualam? Siapa Amar, siapa Fajrin? Kenapa mereka mendapat julukan seperti itu? Baca selengkapnya di novel yang mengantarkan kita dalam pergolakan panjang teka-teki Tuhan atas takdir setiap manusia.

Subhanallah, saya selaku pembaca novel merasa seakan masuk dalam kehidupan Fajar. Kesal, haru berikut bangga saya rasakan. Saya bersyukur diperkenankan membaca novel ini. Novel ini apik dan memberi kebermanfaatan bagi pembaca.
Selamat membaca!

*Mahasiswa Diksatrasia- Universitas Galuh
Dimuat di Tabloid Lingustika edisi 3 Tahun 2012


Catatan : Novel Tiga Matahari bisa didapatkan di toko buku terdekat (Gramedia, toga mas, Gunung Agung, dan lain-lain, jika anda kesulitan menemukan, silakan tanyakan ke petugas di toko tersebut)






[Review Buku] Tiga matahari

Novel berjudul tiga matahari adalah novel ke sekian dari beberapa novel yang saya baca dengan setting pesantren.

Setelah kang Ayat-ayat cinta dari kang abik, Negeri 5 menara dari Ahmad Fuadi, sekarang muncul lagi novel dengan penggambaran ruh pesantren yang ditulis oleh Akhi Prito Widiarto. 

Novel ini menceritakan tentang 3 orang anak manusia yang masing-masing mempunyai tabir rahasia langit dan terbuka sedikit-demi sedikit dalam perjalanan alurnya. Ditulis dengan alur flash back dan eksplorasi diksi-diksi yang berirama sastra yang agamis, romantis dan juga bahasa-bahasa gaul yang zaman sekarang eksis

Tokoh sentralnya adalah Fajar, Fajrin dan Amar.  Dibuka dengan konfilk tentang penggusuran sebuah kampung di daerah Tasikmalaya oleh sebuah perusahaan yang kongkalingkong dengan pejabat daerah setempat. 

Fajar yang terlahir dengan mata buta sebelah adalah berasal dari keluarga pengungsi dari kampung yang tergusur, sementara Fajrin adalah anak dari pemilik perusahaan yang menggusur warga kampung Fajar. Kemudian Amar adalah teman selorong mereka yang dipertemukan dalam pesantren Mathla'ul Huda. 

Cerita mengalun runut dan asyik saat menceritakan sisi kehidupan Fajar dan keluarganya. Saya sempat menitikkan air mata saat membaca konfilk Fajar dengan ayahnya. Namun sayang pada bagian Amar dan Fajrin agak beberapa hal yang samar dan meloncat-loncat. Konfliknya juga saya menyangka akan terus berlanjut karena pada bagian awal kentara sekali Bapaknya Fajar dan Ayahnya Fajrin saling bersebrangan. nyata sekali ada konflik yang bisa jadi alasan mereka saling membenci. Yaaa... berarti tebakan saya emang salah sih tentang alurnya (terserah yang nulis doong hehe..). Pada kelanjutannya Ketiga anak itu malah menjadi sahabat dekat di pesantren, sama-sama menyukai puisi dan menatap langit. 

Deskripsi setingnya kental dan terasa sekali, karena memang penulis asli berasal dari jawa barat sehingga bis menjelaskan seluk beluknya dengan detail. 
Pesan moralnya juga terasa menyejukkan tentang semangat menaklukkan keterbatasan dan berusaha menerima dengan penuh syukur atas segala rahasia langit yang teka tekinya bisa kita kuak setiap saat dan di segala tempat. 

Namun saya tetap bertanya-tanya saat menelan ending dan menutup buku. Hmmm.. apa mungkin emang novel ini bersambung, ada sekuel berikutnya..? 

Membedah Tiga Matahari

http://media.kompasiana.com/buku/2012/12/25/membedah-tiga-matahari--518719.html

Pembicara Bode Riswandi dan Prito Windiarto
Dia datang dengan membawa kebanggaannya. Ah. Sahabatku ini sudah maju demikian pesat. Sampai-sampai tak ku kenali raut wajahnya. Rupanya dia terlihat begitu gugup. Sebentar lagi dia akan menjadi pembicara di acara bedah bukunya sendiri. “Tiga Matahari”
# Membangun kreatifitas bangsa dengan menulis. Seminar yang ku hadiri demi kawanku itu.
# Penampilan puisi musikalisasi Syimfoni oleh grup mahasiswa bahasa Indonesia. Baru ku tahu ada disini; ku kira Dian Sastro saja yang mencobanya. Mas Djarot Ecuse yang memimpinnya.
# Tiga Matahari. Novel yang kubaca mulai dari draf-nya itu aku sudah baca dua kali. Fajar dan Fajrin dua tokoh itu yang paling ku kenal. Katanya ada yang ingin difilmkan. Aku setuju saja.
#Latar belakang bermula dari tugas dosennya untuk membuat cerita fiksi. Sehingga ia ajukan ke penerbitan.
# Kadang memang harus dipaksakan untuk menulis.
# bagiku itu seperti mimpi yang menggerakan.
# Dengan harapan agar menginsfirasi banyak orang untuk membuat buku yang lebih bagus. “Saya lebih suka ada yang mengatakan : karya Prito biasa saja saya juga bisa membuat hal yang serupa.”
# Mimpi yang selalu ia pegang teguh-teguh untuk dapat membedah bukunya sendiri. Bermula ia menjadi peserta bedah buku; panitia bedah buku; moderator bedah buku dan akhirnya dengan izin Tuhan ia bisa menjadi pembicara di dalam bukunya sendiri.
# “Semoga suatu hari saya yang diundang oleh peserta sekalian untuk menghadiri bedah buku kalian!” sungguh entah darimana kata-kata itu melambung dari ucapannya. Menggugah!
# sebuah tekad. Suatu saat ingin punya buku solo.
# Bermula dari diary. Menulis diary itu tak lagi mempeminimkan pria.
# Tuhan telah membukakan jalan untuknya.
# Buku ini dipersembahkan untuk anak-anak istimewa. Seberapa pun besar kekurangan kita kita akan menemui kelebihan kita.
# Insfirasi menulis pada mas Gola Gong. Persis seperti nasib Tokoh Fajar dalam bukunya. Tiga Matahari. Kekurangan malah menambah karya buku-bukunya hingga ratusan.
# Fajar, Fajrin dan Amar adalah tokoh yang ditulisnya. Ditambah Ummah dan Abah sebagai tokoh pendukungnya.
# Prito ini tidak hanya sebagai mahasiswa semester tujuh; ia juga seorang santri di Arrahmaniyah. Sungguh beruntung kampus kita memiliki pesantren yang melahirkan generasi-generasi pendakwah. “Ust. Juju dosen Bahasa Indonesia.
# Biar sekolah dan gedung-gedung kampus runtuh tak akan ada yang hilang dari peradaban. Terkecuali jika guru-guru yang musnah; maka lenyaplah sudah semuanya.
# Kesempurnaan dan kekurangan tidak akan menghasilkan kreatifitas kecuali ia bekerja keras.
# Novel yang mencerdaskan. Meski pun hanya berupa fiksi tapi memiliki “ruh”. Itu yang lebih penting.
# Insfirasi itu tak hanya lewat kata-kata Mario teguh. Insfirasi juga bisa dari sebuah buku.
# percaya diri adalah pokok utama bagaimana tulisan bisa jadi sebuah karya yang membanggakan.
# lewat menulis seseorang bisa mengungkapkan kegelisahan.
# inilah generasi penulis.
# Guru yang paling baik = buku.
# Tiga Matahari = tiga cahaya = cahaya iman, cahaya islam dan cahaya ihsan.
Bagaimana Menghasilkan sebuah karya?
# Biar kata orang tulisan kita bernilai D atau E sekalian. Bagi kita itu A.
# Tulisan terbaik bagi diri sendiri. Percaya diri.
# Cari teman untuk berbagi pandangan. Saran dan masukan sangat berarti bagi kesempurnaan sebuah tulisan.
# Print + fotocopy lalu kasih ke teman. Minta saran perbaikan.
# Aku adalah salah satu orang yang membaca draf naskah Tiga Matahari sebelum diterbitkan. Ku kira dia hanya bermimpi.
# latihan, latihan dan latihan. Menulis, menulis dan menulis.
# buatlah dari sekarang tabungan tulisan.
# Sebenarnya kata-kata yang kita tulis itu “Berteriak!!!” meminta ingin dipublikasikan.
# Jangan hilang Imajinasi.
# imajinasi adalah bahan bakar bagi penulis.
# imajinasi itu harus dirawat.
# Tak boleh mengatakan “Apa … ?” tapi katakanlah “Mengapa…?”
# Inteletualitas tak akan jadi apa-apa sehingga ia menuliskannya.
# dan jangan menyerah dalam proses penolakan.
 

2 komentar: