Apresiasi Puisi Prito Windiarto
oleh : Emmie Apriani
Puisi adalah curahan jiwa yang dirangkai melalui
kata-kata indah. Pengertian itulah yang melekat pada orang awam kebanyakan.
Herman J. Waluyo pada Teori dan Apresiasi Puisi (1987: 25) pun menyatakan “puisi
adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan mood”. Sehingga tak heran ketika seorang
penyair pada satu waktu menulis puisi bertemakan cinta, waktu yang lain tentang
ketuhanan, yang selanjutnya bertemakan nasionalisme.
Chairil Anwar, penyair angkatan 45 yang identik
dengan aliran realismenya dalam pembentukan sebuah puisi, ternyata mampu menyajikan
sebuah puisi bertemakan cinta (dalam sudut pandang aliran romantik) yang
identik dengan angkatan pujangga baru. Sehingga Chairil Anwar sempat disebut
sebagai “kaum romantik yang terlambat” bersama Armijn Pane (pada prosa).
Prito Windiarto, mahasiswa program studi Bahasa dan
Sastra Indonesia universitas Galuh yang cenderung beraliran dalam kumpulan
puisinya “Serpihan Kehidupan” yang dibagi menjadi tiga bagian tersebut menyajikan
3 tema sekaligus dalam satu kumpulan puisi; religi, kemanusiaan dan sosial.
Puisi bertemakan religi,
JABAL
UHUD
Membasahi darah
mengalir deras
Mayat bergelimang
tumpang
tindih
Usus
terurai
hati
tercabik
jantung tercongkel
Anyir menusuk
namun kesturi tak kalah semerbak
Mata melotot
di sisi lain bibir senyum merekah
Inilah uhud
saksi pertarungan
saksi kekejian
saksi kehinaan
juga saksi kemuliaan
15/2/10
Kemanusiaan
(cinta),
DATANGLAH
LAGI NANTI
Sulur
itu harus kupangkas
Kubabat
Walau
sulit
Teramat
sesak
Tapi
aku harus bisa
Mengenyahkannya
Membiarkannya
pergi
Lepas
tandas
Aduhai
...
Kenapa
ia terus membayang
Menelusup
celah hati
Padahal
setiap hari wujudnya terus berusaha
Aku
delete, harus
Kenapa
Wahai
diri istimewa
Pergilah
engkau dariku
Bukan
waktumu saat ini
Datanglah
nanti di senja tampias
Saat
temaram benar-benar genap
Saat
aku benar-benar siap
Mengayuh
biduk
Mengantarkanmu
ke pulau harapan
Kembalilah
dulu
Datanglah
lagi nanti
Harapan
menunggu
sosial,
NEGERI
YANG DITANGISI BU PERTIWI
Kami
hanya penonton
terciprat
setitik
terpecik
sekuku
namun kenapa keluh
Kami
hanya pengamat
tercolek
ringan tersenggol sedikit
namun kenapa kesah
Kami
hanya komentar
yang
biasanya berkoar ini-itu
sekedar
itu, tak lebih
Ah
..
Kenapa
kami tak acuh
Bukankah
kita saudara
Kenapa
tak ada rasa
Apakah
karena diri sudah sedemikan
Individualis,
egois?
Apakah?
Mari
menanyakan pada nurani
Satu
hal pasti
Erupsi
merapi tahun ini menguak rahasia negeri
Negeri
yang selalu di tangisi ibu pertiwi
Ciamis
05.11.10 12:30
Dikawani
abu vulkanik
Merapi
(puisi
sederhana ini kupersembahkan tuk saudaraku korban erupsi merapi keep spirit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar